Berdasarkan bentuknya, Lewis A. Coser membedakan konflik atas dua bentuk, yakni konflik realistis dan konflik nonrealistis.
1. Konflik realistis berasal dari kekecewaan individu atau kelompok terhadap sistem dan tuntutan-tuntutan yang terdapat dalam hubungan sosial. Para karyawan yang mengadakan pemogokan melawan manajemen perusahaan merupakan salah satu contoh konflik realistis.
2. Konflik nonrealistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persaingan yang antagonistis (berlawanan), melainkan dari kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk meredakan ketegangan. Dalam masyarakat tradisional, pembalasan dendam lewat ilmu gaib merupakan bentuk konflik nonrealistis. Demikian juga halnya dengan upaya mencari kambing hitam yang sering terjadi dalam masyarakat yang telah maju.
Lewis A. Coser menyatakan bahwa dalam situasi tertentu, elemen konflik dapat berbentuk realistis sekaligus non-realistis. Misalnya, sikap perlawanan dalam aksi pemogokan melawan majikan, tidak hanya timbul sebagai akibat dari ketegangan hubungan antara buruh dan majikan. Sikap perlawanan itu juga dapat timbul karena ketidakmampuan menghilangkan rasa permusuhan terhadap figur-figur yang berkuasa, misalnya figur ayah di rumah yang sangat otoriter. Dengan demikian, energi agresif mungkin terbentuk lewat proses-proses interaksi lain sebelum ketegangan dan konflik itu muncul.
Berdasarkan kedua bentuk konflik di atas, Lewis A. Coser membedakan adanya konflik in-group dan konflik out-group. Konflik in-group adalah konflik yang terjadi dalam kelompok itu sendiri. Contoh konflik in-group adalah konflik yang terjadi antaranggota dalam suatu geng. Konflik out-group adalah konflik yang terjadi antara suatu kelompok dan kelompok lain. Sebagai contoh, konflik yang terjadi antara masyarakat Dayak dan masyarakat Madura beberapa tahun lalu, atau antarkelompok agama di Maluku.
Ahli lain, Dahrendorf membedakan konflik atas empat macam, yaitu sebagai berikut.
1. Konflik-konflik di antara peranan-peranan sosial. Sebagai contoh, konflik antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi, seperti peranan seorang suami dan istri dalam mendapatkan penghasilan.
2. Konflik-konflik di antara kelompok-kelompok sosial.
3. Konflik-konflik di antara kelompok-kelompok yang terorganisasi dan tidak terorganisasi.
4. Konflik-konflik di antara satuan nasional, seperti antara partai politik, antara negara-negara, atau antara organisasi-organisasi internasional.
Soerjono Soekanto menyebutkan lima bentuk khusus konflik atau pertentangan yang terjadi dalam masyarakat. Kelima bentuk konflik atau pertentangan itu adalah sebagai berikut.
1. Konflik atau pertentangan pribadi.
Konflik ini terjadi antara dua individu atau lebih karena perbedaan pandangan dan sebagainya.
2. Konflik atau pertentangan rasial.
Konflik ini umumnya timbul akibat perbedaan-perbedaan ras, seperti perbedaan ciri badaniah, kepentingan, dan kebudayaan.
Biasanya, konflik ini terjadi dalam masyarakat yang salah satu rasnya menjadi kelompok mayoritas. Sebagai contoh, konflik antara orang kulit hitam dan kulit putih di Afrika Selatan.
3. Konflik atau pertentangan antara kelas-kelas sosial. Konflik ini umumnya disebabkan karena perbedaan kepentingan, misalnya konflik akibat perbedaan kepentingan antara buruh dan majikan.
4. Konflik atau pertentangan politik.
Konflik ini terjadi akibat adanya kepentingan atau tujuan-tujuan politis seseorang atau kelompok, contohnya konflik antarpartai politik dalam sebuah negara.
5. Konflik atau pertentangan yang bersifat internasional. Umumnya, konflik ini terjadi karena perbedaan kepentingan yang kemudian berpengaruh pada kedaulatan negara. Sebagai contoh, konflik antarnegara mengenai suatu wilayah eksplorasi minyak di daerah perbatasan.
Dari sudut psikologi sosial, Ursula Lehr mengemukakan bentuk-bentuk konflik sebagai berikut.
1. Konflik dengan orangtua sendiri
Konflik ini muncul karena adanya perilaku anak dan harapan orangtua yang tidak serasi. Sebagai contoh, sang anak tidak mengikuti kehendak orangtuanya untuk masuk fakultas kedokteran dan lebih memilih fakultas hukum yang disukainya.
2. Konflik dengan anak-anak sendiri
Konflik ini terjadi sebagai reaksi atas perilaku anak yang tidak sesuai dengan harapan orangtua. Umumnya, orangtua memberikan tanggapan yang berlebihan atas perlawanan atau pembangkangan anak. Contoh tanggapan tersebut adalah menghukum dan mengurangi hak-hak mereka. Jika anak memberikan reaksi negatif terhadap tanggapan orangtua tersebut, seringkali timbul konflik.
3. Konflik dengan keluarga
Konflik ini dapat terjadi dalam seluruh perkembangan seseorang. Pada masa kanak-kanak dan remaja, seseorang dapat berkonflik dengan kakek, nenek, paman, atau bibi yang ikut dalam proses pendidikannya (sosialisasi). Pada masa dewasa, ia dapat saja berkonflik dengan mertua atau keluarga suami/istri yang dipandang terlalu ikut campur dalam kehidupan pribadi dan keluarganya. Ia juga dapat berkonflik dengan saudara-saudara sendiri, misalnya tentang pembagian warisan.
4. Konflik dengan orang lain
Konflik jenis ini timbul dalam hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya, seperti dengan tetangga, atau dengan teman kerja. Konflik dengan orang lain dapat timbul karena perbedaan pendirian atau pandangan mengenai sesuatu hal.
5. Konflik dengan suami atau dengan istri
Konflik ini umumnya timbul akibat berbagai kesulitan yang dihadapi dalam perkawinan, termasuk pertentangan mengenai persoalan ekonomi atau mengenai cara mendidik anak.
6. Konflik di sekolah
Konflik di sekolah dapat berupa konflik akibat tidak dapat mengikuti pelajaran, tidak lulus ujian, konflik hubungan antara guru dan murid, atau konflik tentang kedudukan di antara teman-teman sebaya dalam kelas.
7. Konflik dalam pemilihan pekerjaan
Konflik dalam pekerjaan dapat berupa konflik yang timbul dari pekerjaan itu sendiri, seperti pekerjaan yang membosankan atau terlalu berat. Konflik jenis ini juga dapat berhubungan dengan waktu kerja, keuangan, dan konflik dalam hubungan antarteman sekerja.
8. Konflik agama
Konflik ini umumnya berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat dan tujuan hidup, aturan dan perilaku yang bertentangan dengan agama, pindah agama, dan pernikahan beda agama.
9. Konflik pribadi
Konflik ini dapat timbul karena minat yang berlawanan, tidak ada keuletan, tidak ada kemampuan untuk mengembangkan diri, serta tidak adanya semangat hidup.
No comments:
Post a Comment