Friday, March 25, 2016

Pokok Bahasan Sosiologi

Untuk mengetahui apa saja yang merupakan pokok bahasan sosiologi, lebih dulu kita melihat beberapa pandangan tokoh-tokoh sosiologi tentang hal tersebut. Dua tokoh perintis yang akan dibahas adalah Emile Durkheim dan Max Weber, sedangkan tokoh masa kini diwakili oleh C. Wright Mills dan Peter L. Berger.

Emile Durkheim
Menurut Durkheim, pokok pembahasan sosiologi adalah fakta-fakta sosial. Yang dimaksud dengan fakta sosial adalah pola-pola atau sistem yang mempengaruhi cara manusia bertindak, berpikir, dan merasa. Fakta sosial tersebut berada di luar individu dan mempunyai kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut. Contoh, di sekolah seorang murid diwajibkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya sistem yang mempengaruhi cara bertindak, berpikir, dan merasa, yang bersifat memaksa dan mengendalikan si individu (murid). Contoh lain mengenai fakta sosial adalah pembagian kerja (division of labour). Dalam masyarakat terdapat spesialisasi aspek kehidupan, seperti bidang ekonomi, pendidikan, politik, hukum, atau kesenian yang berada di luar individu dan bersifat mengendalikan dan memaksa individu. Kita bertindak harus sesuai dengan aturan-aturan yang terdapat di dalam aspek-aspek tersebut. Sehagai contoh, seorang pelajar harus datang ke sekolah dan belajar sebagaimana aturan pendidikan mensyaratkannya.

Max Weber
Menurut Weber, pokok kajian sosiologi adalah tindakan sosial. Namun, tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan disebut sebagai tindakan sosial hanya jika tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain. Sebagai contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial. Namun, menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial. Contoh lain, orang yang bunuh diri karena penyakit menahun bukan tindakan sosial. Namun, bunuh diri karena mencuri sehingga merasa bersalah kepada orangtuanya merupakan tindakan sosial. Max Weber ingin menekankan bahwa tindakan tertentu dapat memiliki makna subjektif bagi pelakunya. Guna memahami makna subjektif dari tindakan individu tersebut, seorang sosiolog harus mampu melakukan empati (merasa sama atau senasib sepenanggungan dengan orang lain). Dia harus dapat menempatkan dirinya dalam posisi pelaku sehingga dapat menghayati pengalamannya.

Wright Mills
Pokok bahasan sosiologi menurut C. Wright Mills terkenal dengan sebutan khayalan sosiologis (the sociological imagination). Khayalan sosiologis ini diperlukan untuk dapat memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia. Menurut Mills, dengan khayalan sosiologis, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya.

Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah personal troubles of milieu dan public issues of social structure. Personal troubles of milieu adalah permasalahan pribadi individu dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi, sedangkan public issues of social structure merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu. Sebagai contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah personal trouble. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara, jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan public issue yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.

Peter L. Berger
Pokok pembahasan sosiologi menurut Berger adalah pengungkapan realitas sosial. Seorang sosiolog harus bisa menyingkap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga. Syaratnya, sosiolog tersebut harus mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, pengamatan tabir secara jeli, dan menghindari penilaian normatif. Hal ini disebabkan karena realitas sosial adalah sebuah bentukan dan bukan merupakan sesuatu yang begitu saja ada.

No comments:

Post a Comment