Secara umum, kebudayaan-kebudayaan masyarakat di dunia memiliki beberapa karakteristik umum. Di antaranya adalah bahwa kebudayaan merupakan milik bersama, merupakan hasil belajar, didasarkan pada lambang, dan terintegrasi.
Kebudayaan adalah Milik Bersama
Kebudayaan adalah milik bersama, artinya bahwa unsur-unsur yang tercakup dalam kebudayaan, seperti ide, nilai, dan pola perilaku, dijalankan dan dipelihara bersama-sama oleh seluruh anggota masyarakat. Dengan demikian, pandangan atau tindakan-tindakan tertentu yang hanya dilakukan satu orang bukanlah sebuah pola kebudayaan, melainkan hanyalah sebuah kebiasaan pribadi. Contohnya, kebiasaan seseorang yang makan nasi dengan dicampur pisang bukanlah suatu kebudayaan.
Kebudayaan dihayati dan dijalankan bersama oleh seluruh anggota masyarakat pendukungnya. Oleh karena itulah masyarakat akan mudah memahami tindakan individu dalam kelompoknya. Selain itu, karena memiliki kebudayaan yang sama, anggota masyarakat yang satu dapat meramalkan atau memperkirakan perbuatan anggota lainnya dalam situasi tertentu di dalam kelompoknya, lalu mengambil tindakan yang sesuai.
Kebudayaan Merupakan Hasil Belajar
Semua unsur kebudayaan adalah hasil belajar dan bukan warisan biologis (dibawa sejak lahir). Dengan demikian, kebudayaan suatu masyarakat dapat berbeda dengan kebudayaan dari masyarakat lainnya. Contoh, orang Indonesia makan dengan menggunakan sendok dan orang Cina makan dengan menggunakan sumpit. Kedua pola perilaku ini tidak dibawa seseorang sejak ia lahir, tetapi merupakan hasil belajar dari pola perilaku generasi sebelumnya.
Seseorang mempelajari kebudayaan dengan cara ikut serta menjadi besar di dalam kebudayaan tersebut. Ralph Linton mengatakan bahwa kebudayaan adalah warisan sosial umat manusia. Artinya, kebudayaan diwariskan melalui hubungan-hubungan sosial yang terus-menerus. Proses penerusan kebudayaan dari suatu generasi ke generasi yang lainnya disebut enkulturasi atau pembudayaan.
Kebudayaan Didasarkan pada Lambang
Seorang ahli antropologi, Leslie White mengemukakan bahwa semua perilaku manusia dimulai dengan penggunaan lambang-lambang tertentu. Sebagaimana kita ketahui kekuatan dan ketaatan individu atau kelompok dapat dibangkitkan dengan adanya lambang-lambang, seperti lambang keagamaan, seni, politik, dan ekonomi.
Aspek simbolis yang terpenting dari gambar kebudayaan adalah bahasa. Bahasa telah berhasil menggantikan objek gambar dengan lambang berupa bunyi-bunyian yang memilih makna yang berbeda-beda. Stanley Salthe menegaskan bahwa bahasa (simbolis) adalah fundamen atau dasar tempat kebudayaan manusia dibangun. Unsur-unsur kebudayaan, seperti struktur politik, agama, kesenian, organisasi ekonomi, tidak mungkin ada tanpa lambang-lambang. Dengan menggunakan bahasa itulah manusia dapat meneruskan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi yang lain.
Integrasi Kebudayaan
Sebagaimana telah kita pelajari sebelumnya bahwa kebudayaan itu dapat diuraikan menjadi sejumlah bagian (unsur) yang berdiri sendiri-sendiri. Tetapi sebenarnya, kebudayaan memiliki hubungan satu dengan yang lain. Jika seseorang ingin menyelidiki salah satu aspek atau unsur kebudayaan, ia akan selalu merasa perlu untuk juga menyelidiki aspek atau unsur-unsur lainnya. Tendensi semua aspek atau unsur kebudayaan untuk berfungsi sebagai kesatuan yang saling berhubungan disebut integrasi. Contoh, jika kita membicarakan satu unsur kebudayaan, yakni sistem bercocok tanam, mau tidak mau kita akan mengaitkan konsep bercocok tanam tersebut dengan sistem kepercayaan, perlengkapan hidup, teknologi, dan sistem nilai.
Dari uraian di atas dapatlah kita simpulkan bahwa sebagai sebuah proses yang terintegrasi, perubahan pada salah satu unsur kebudayaan dapat mempengaruhi unsur kebudayaan yang lainnya. Sebagai contoh, penciptaan traktor sebagai pengganti kerbau pembajak dapat menyebabkan perubahan pada aspek sistem produksi dan kekerabatan. Misalnya, tidak digunakannya lagi tenaga manusia sebagai penarik kerbau.
No comments:
Post a Comment