Monday, March 28, 2016

Pengaruh diferensiasi dan stratifikasi sosial

Secara umum, diferensiasi dan stratifikasi sosial memberikan pengaruh positif dan negatif kepada masyarakat. Pengaruh positifnya, diferensiasi dan stratifikasi sosial dapat mendorong terjadinya integrasi sosial sedangkan pengaruh negatifnya adalah terjadinya disintegrasi sosial. Deferensiasi sosial dapat menimbulkan primordialisme, etnosentrisme, politik aliran, dan terjadinya proses konsolidasi.

Primordialisme
Salah satu konsekuensi dari adanya diferensiasi sosial adalah terjadinya primordialisme. Primordialisme merupakan pandangan atau paham yang menunjukkan sikap berpegang teguh pada hal-hal yang sejak semula melekat pada diri individu, seperti suku bangsa, ras, dan agama. Istilah primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan. Dengan demikian, kata primordial(isme) dapat berarti ikatan-ikatan utama seseorang dalam kehidupan sosial, dengan hal-hal yang dibawanya sejak lahir seperti suku bangsa, ras, klen, asal usul kedaerahan, dan agama.

Primordialisme dalam masyarakat majemuk merupakan suatu hal yang hampir pasti selalu terjadi. Anda tentu sering mendengar atau melihat praktik-praktik primordialisme dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam sebuah perusahaan atau dalam organisasi sosial politik. Sebagai contoh, sebuah perusahaan atau organisasi yang dipimpin oleh seseorang dari suku bangsa tertentu menempatkan orang-orang yang berasal dari suku bangsa yang sama dengannya sebagai orang-orang kepercayaannya.

Primordialisme dapat terjadi karena faktor-faktor berikut.
1. Adanya sesuatu yang dianggap istimewa oleh individu dalam suatu kelompok atau perkumpulan sosial.
2. Adanya suatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok atau kesatuan sosial dari ancaman luar.
3. Adanya nilai-nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan, seperti nilai keagamaan dan pandangan.

Primordialisme sebagai identitas sebuah golongan atau kelompok sosial merupakan faktor penting untuk memperkuat ikatan golongan atau kelompok yang bersangkutan, terutama dalam menghadapi ancaman dari luar. Namun seiring dengan itu, primordialisme juga dapat membangkitkan prasangka dan permusuhan terhadap golongan atau kelompok sosial lain. Hal ini tentu merupakan potensi konflik yang dapat mengganggu integrasi sosial.

Etnosentrisme
Primordialisme yang berlebihan juga akan menghasilkan sebuah pandangan subjektif yang disebut etnosentrisme atau fanatisme suku bangsa. Etnosentrisme adalah suatu sikap menilai kebudayaan masyarakat lain dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku di masyarakatnya. Karena yang dipakai adalah ukuran-ukuran masyarakatnya, maka orang akan selalu menganggap kebudayaannya memiliki nilai lebih tinggi daripada kebudayaan masyarakat lain.

Contoh sikap etnosentrisme pernah terjadi di Afrika Selatan pada masa diberlakukannya politik apartheid. Ketika itu, masyarakat beranggapan bahwa masyarakat berkulit putih lebih tinggi derajatnya daripada masyarakat berkulit hitam. Oleh karena itu, mereka memberlakukan politik diskriminatif berupa segregasi atau pemisahan antara masyarakat berkulit putih dan masyarakat berkulit hitam.

Dari uraian di atas terlihat bahwa etnosentrisme lebih bersifat subjektif, berdasarkan perasaan, dan bukan berdasarkan pemikiran yang rasional. Oleh karena itu, etnosentrisme dapat menghambat hubungan antarkebudayaan atau bangsa. Etnosentrisme juga dapat menghambat proses asimilasi dan integrasi sosial. Bahkan, etnosentrisme dapat menjadi kekuatan yang terpendam yang dapat mengakibatkan konflik antargolongan atau kebudayaan (konflik SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).

Namun demikian, etnosentrisme juga memiliki segi-segi positif, yaitu:
1. dapat menjaga keutuhan dan kestabilan budaya;
2. dapat mempertinggi semangat patriotisme dan kesetiaan kepada bangsa; dan
3. dapat memperteguh rasa cinta terhadap kebudayaan atau bangsa.

Politik Aliran (Sektarian)
Pengaruh lain dari kemajemukan masyarakat adalah terjadinya politik sektarian atau politik aliran. Politik aliran merupakan keadaan di mana sebuah kelompok atau organisasi tertentu dikelilingi oleh sejumlah organisasi massa (ormas), baik formal maupun informal. Tali pengikat antara kelompok dan organisasi-organisasi massa ini adalah ideologi atau aliran (sekte) tertentu. Contoh, partai politik PKB yang dikelilingi oleh ormas-ormas NU.

Konsep politik aliran pertama kali dikemukakan oleh Clifford Geertz dalam kajian antropologinya di Mojokerto, Pare, Jawa Timur. Berdasarkan penelitiannya, Geertz mengatakan bahwa ada tiga golongan dalam masyarakat Jawa yang masing-masing memiliki aliran yang berbeda satu sama yang lain. Ketiga golongan tersebut adalah golongan santri, golongan prigayi, dan golongan abangan. Ketiga golongan itu memiliki aliran yang berbeda-beda sehingga hubungan mereka diwarnai oleh sikap saling curiga, terutama mengenai gagasan-gagasan yang mereka yakini.

Dalam bidang politik, Geertz berpendapat bahwa partai-partai politik di Indonesia saat itu ibarat sebuah aliran sungai yang diikuti oleh sejumlah organisasi massa yang bernaung di bawahnya. Partai politik tersebut mewakili sebuah ideologi. Geertz mengambil contoh partai NU yang diikuti oleh ormas-ormas seperti Gerakan Pemuda Anshor, PMII, dan Ikatan Pelajar NU (IPNU).

Berkembangnya politik aliran dalam suatu masyarakat majemuk bisa mengakibatkan jurang perbedaan antara kelompok-kelompok aliran yang berbeda itu. Kenyataan ini menjadi potensi terjadinya konflik antara kelompok-kelompok tersebut jika tidak diolah dengan baik.

Konsolidasi
Pengaruh lain dari diferensiasi dan stratifikasi sosial adalah proses konsolidasi. Konsolidasi berasal dari kata consolidation yang berarti penguatan atau pengukuhan. Secara politis, konsolidasi merupakan usaha untuk menata kembali atau memperkuat suatu himpunan atau organisasi yang dinilai terancam perpecahan. Usaha menata dan memperkuat himpunan itu dapat dilakukan dengan cara menetapkan kelompok lain sebagai musuh bersama. Dengan cara ini, akan timbul rasa senasib, seperjuangan, dan solidaritas yang dapat memperkuat ikatan antaranggota himpunan.

Konsolidasi memiliki dua sisi, yaitu sisi ke dalam dan sisi keluar. Konsolidasi dengan sisi ke dalam akan memperkuat solidaritas ke dalam suatu organisasi atau himpunan. Sebaliknya, konsolidasi dengan sisi ke luar dapat menimbulkan sikap antipati dan kecurigaan terhadap organisasi lain. Hal ini bisa dimengerti karena penggalangan kekuatan dan identitas suatu kelompok dapat menjadi ancaman bagi kelompok lain, terutama bagi kelompok yang berlawanan. Akibatnya, kelompok ini juga akan menggalang kekuatan dan identitas kelompoknya. Situasi itu dapat mendorong terjadinya konflik.

No comments:

Post a Comment